Kamis, 26 September 2013

My Story : Ketika Sayapku Rapuh


Assalamu'alaikum...

Berawal dari ketidak sengajaan saya buka websitenya ka OSD ( Oki Setiana Dewi ) yang pada saat itu sedang mengadakan Lomba Menulis " Setiap yang bernyawa akan kembali KepadaNya". Lomba tersebut harus berdasarkan pengalaman. Hmmm Sejujur - jujurnya belum pernah saya mengikuti lomba menulis seperti ini. Tapi entah kenapa tiba - tiba hati saya tergerak dan mulai menulis,,, yaa menulis... Awalnya bingung harus nulis seperti apa dan mulainya gimana. Sedikit demi sedikit tinta itu saya goreskan, hingga di tengah - tengah saya menulis tiba - tiba  air mata saya menetes. 
Meski dalam keadaan seperti itu perlahan di tengah kesibukanku, akhirnya tulisan itu bisa saya selesaikan. Tulisan ini adalah tulisan pertama yang saya buat dan saya persembahkan tulisan ini untuk Sosok yang luar Biasa dalam kehidupan saya.. Siapa yaa.. ? Tulisan ini akan menjawabnya. Selamat Membaca dan semoga bermanfaat. _( * - * )_ Amiin 


Ketika Sayapku Rapuh

              Setiap pagi kaki kecil ini selalu aku ayunkan menuju sebuah sekolah yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Sekolah yang terletak di antara dua perkampungan tepat disamping kantor desa yang disekitar sekolah tersebut dikelilingi oleh pesawahan yang membentang luas, udara sejukpun seolah mengalir bersama aliran darah dalam tubuh ini. Hanya sayang ada beberapa bangunan sekolah yang tidak bisa digunakan, karena sebagian sudah terkikis oleh usia zaman. Sehingga hanya beberapa kelas yang bisa terpakai. Di sisi kelas paling pojok tertera nama sekolah kami “ SD NEGERI PAGERJAYA “.
            Tiga tahun berlalu aku menempati sekolah tersebut dan di setiap berangkat sekolah aku selalu berusaha untuk membiasakan mencium tangan ibu terlebih dahulu. Karena menurutku sosok ibu adalah seseorang yang berarti dalam hidup. Ibu yang selalu menemani warna warni dalam keseharianku. Pernah suatu hari ketika aku hendak berangkat sekolah dan ibu tidak ku temui dirumah, hati kecil ini menangis seolah aku tidak mau berangkat sebelum aku mencium tangannya. Entah kenapa aku bisa merasakan hal demikian. Seolah – olah tangan ibu memberikan magnet dalam diriku. Lalu bagaimana dengan Ayah ? atau aku sering memanggilnya “ Bapak”. Karena nama itulah yang akrab kami ( Anak – Anaknya ) ucapkan. Bapak adalah seorang wiraswasta kecil yang setiap pagi beliau selalu mengayuh sepeda ontelnya menelusuri gang demi gang di daerah Rancaekek dengan membawa barang – barang untuk di tawarkan kepada penduduk setempat dan untuk pembayaran biasa dilakukan dengan cara mencicil atau bahasa sekarangnya kredit. Barang – barang yang ditawarkan biasanya seperti tikar, sandal, dan sepatu. Itulah profesi Bapak pada saat itu. Setiap Dua minggu sekali Bapak sering menyempatkan untuk pulang ke rumah. Pada saat bapak berada di rumah itulah, aku bisa mencium tangan bapak. Sungguh aku merasakan rasa kasar di tangannya bersama jalur – jalur nadi yang sudah terlihat jelas. Usia bapak pada saat itu memang sudah tua selain itu mungkin karena bapak setiap hari selalu banting tulang demi menafkahi keluarga tanpa mengenal lelah. Sungguh sosok bapak yang luar biasa. Meskipun bapak jarang pulang ke rumah tapi kasih sayang bapak begitu besar kepadaku.
            Aku adalah anak terakhir dari 8 bersaudara. Mempunyai banyak saudara merupakan kebahagiaan yang Allah berikan. Hanya lucunya begini “ Aku mempunyai 8 saudara, tapi terkadang aku bingung kalau ditanya urutan nama – namanya ”. Maklumlah  pada saat itu usiaku masih kecil dan hanya dua orang kakak yang selalu menemani canda tawa di rumah. Sedangkan kakak yang lainnya sudah menikah dan ada pula yang bekerja di luar kota.
            Setiap bapak pulang ke rumah, aku dan kedua kakakku berebut menghampiri bapak. Hanya satu yang ada dipikiran kami saat itu “ oleh – oleh “ Yup...itu yang selalu kami tunggu setiap bapak pulang ke rumah. Terkadang bapak membawa seikat buah rambutan atau tidak bapak selalu memberi kami kepingan uang logam. Bapak selalu menganjurkan kepada kami untuk menabung, kepingan uang logam yang kami terima dari bapak ditabung pada sebuah celengan kecil. Masih ingat sekali celengan yang kami miliki saat itu, kedua celengan kakak ku berbentuk boneka yang sedak duduk manis sedangkan celenganku berbentuk drum minyak kecil. Memang celenganku tidak begitu bagus dibanding kedua kakakku tapi isi celenganku lebih berat dan lebih banyak dari kedua kakakku. Kami semua sangat bahagia, memiliki ibu dan bapak yang sangat menyayangi dan menuntun kami dalam kebaikan. Di saat kami melakukan kesalahanpun bapak selalu menasihati kami. Hingga kami menangis, menangis karena mengakui kesalahan dan menangis karena bangga memiliki bapak yang selalu perhatian, bangga yang bisa kami lukiskan dengan tetesan air mata.
            Suatu ketika “ Bapak harus dibawa ke rumah sakit “ pinta salah satu kakak laki – laki kepada kami. Kebetulan saat itu memang semua kakak sedang ada di rumah. Hanya saja setiap kakak bertanya kepada bapak. Bapak selalu menjawabnya “ Nanti...Belum ada idzin dari Allah “. Kami semua bersabar, kami tidak memaksakan bapak untuk di bawa ke rumah sakit. Kami menunggu sampai bapak benar – benar ingin dibawa ke rumah sakit.  “ Bapak kenapa ?? “ kalimat itu yang berputar – putar dalam pikiranku, ingin sekali putaran itu aku hentikan seketika tapi tubuh kecil ini tak kuasa. Selain itu, waktupun seolah belum mengizinkan  untuk berhenti. Tiba – tiba terdengar suara kecil temanku yang mengajak untuk latihan menari. Persiapan untuk tampil dalam rangka acara kenaikan kelas di sekolahku. Putaran itu pun terhenti seketika seolah menyihir pikiranku. Aku bergegas keluar rumah dan berangkat bersama temanku ke rumah pelatih tari kami.
            Sepulang dari latihan menari, tiba – tiba “ Mah.. ko banyak orang ya...? ” tanyaku pada mamah yang sedang duduk tak jauh dari posisiku berdiri dengan penuh kepolosan. Seketika itu, aku tak kuasa melihat bapak berbaring di atas kasur kecil tepat di ruang keluarga. Pandangan matanya berusaha untuk menatap indahnya kebersamaan. Saat itu aku bingung perlahan lisanku mengikuti bacaan yang sedang ibuku lantunkan. Entah perasaan apa yang pantas saat itu. Aku tak mampu melukiskannya. Hanya kebingungan yang menyelimuti hatiku. Sesekali bapak menyebut nama Allah....Allah.....Allah. Aku terdiam hatiku renyuh dan berulang – ulang hati ini mengadu. “ Ya Allah apa maksud semua ini ?, apakah ini pertanda engkau akan mengambilnya. Ya Allah apakah secepat ini engkau akan mengambilnya. Ya Allah aku tak kuasa. Aku masih ingin bersama bapak “. 
            Malampun menyapa keheningan seisi rumah bersama orang – orang yang berdatangan. Melihat bapak yang masih terbaring di atas kasur. Tiba – tiba tangan bapak bergerak perlahan – lahan ke atas, seolah memberi sinyal agar kami memahami apa yang bapak maksud. Lisan nya terbata – bata dan berusaha mengucapkan. Kami sempat bingung memahaminya. Perlahan kami meraba – raba apa yang bapak maksud. Sungguh kami terharu, ternyata yang bapak maksud adalah sebuah pigura kecil bertuliskan lapadz Allah yang selalu menempel pada dinding tembok rumah. Allah...Allah...Allah. Kata – kata itu yang selalu bapak ucapkan. Subhanallah....Ya Allah di saat kondisi bapak seperti itu, bapak senantiasa melantunkan asma-Mu. Aku pun seolah tersihir memperhatikannya.Sungguh hanya Allah penggenggam hidup dan mati.
Batinku berulang – ulang memanggil nama “ Bapak...Bapak..Bapak ” bersama air mata yang berjatuhan satu per-satu. Bapak jangan tinggalkan aku, aku ingin sampai besar nanti masih ditemani bapak, aku masih membutuhkan bapak, aku sayang bapak.
Pukul 01. 45 kakak membangunkanku yang tertidur lelap, setelah cuci muka lalu aku duduk diatas pangkuan kakak. Meskipun dengan mata yang masih berkunang – kunang dan berusaha untuk memandang bapak yang masih berbaring di atas kasur. Aku memperhatikan bapak sedikit demi sedikit. Pelahan aku mengamatinya, seperti bapak sedang mengucapkan kalimat syahadat “ Asy ha du alla illa ha illallah, wa asy ha du anna mu ham mada ro su lu llah “.Tepat pukul 01.56 “ Innalillahi wa Inna ilaihi raajiu “.Allah telah mengambil bapak. Seluruh badan bapak telah rapi, kedua tangannya tersimpan rapat dengan posisi tangan kanan di atas tangan kiri. Matanya sudah tertutup rapi. Sesepuh kampung kami pun yang pada saat itu duduk sebelah kanan dari posisi bapak berbaring menyampaikan bahwa Allah yang maha kuasa telah mengambil bapak. Inilah salah satu tanda kekuasaan Allah, bahwa setiap yang bernyawa pasti akan kembali kepada Allah. Kitapun demikian, hanya saja kita tidak mengetahui kapan kita akan menyusulnya. Karena kematian itu lebih dekat dari urat nadi kita. Seketika itu, aku pun langsung menangis di atas pangkuan kakak. Tangisan anak kecil yang tak menerima ditinggalkan bapak. Tangisan yang masih merindukan kasih sayang dari seorang bapak. Tangisan anak kecil yang dalam hatinya berharap bapak bisa menemani sampai aku besar dan sukses nanti. Tapi takdir berkata lain. Kecintaan Allah kepada bapak yang begitu besar sehingga kami harus mengikhlaskan bapak kembali kepadaNya.
Di saat itu, ibu mengampiri ku dan mengusapkan air mata dengan perlahan. “Sudah nak jangan menangis, masih ingatkan pesan bapak dulu. Sebaiknya sekarang berdo’a untuk bapak. Allohum mag firla hu war ham hu wa’afi hi wafu’anhu”. Ibu menuntun  kami berdo’a meskipun hati ibu juga sebenarnya bersedih. Tapi ibu tak memperlihatkan kesedihannya kepada kami karena tak ingin kesedihan kami berlarut – larut. Sepenggal do’a kami ucapkan terus – menerus. Sebenarnya bapak dari dulu sering sakit – sakitan terhitung kurang lebih sudah 5 tahun 6 bulan bapak mengalami penyakit komplikasi. Kami sekeluargapun berikhtiar untuk berobat dari dokter satu ke dokter lainnya. Namun apalah daya, manusia hanya bisa berikhtiar dan berikhtiar. Kekuasaan Allah melebihi segalanya.
Sedih sekali rasanya, di usiaku yang masih ingin di manjakan oleh bapak, di usiaku yang masih ingin merasakan kasih sayang dari seorang bapak, di usiaku yang menginginkan bapak menemani hari – hariku dan aku belum sempat menjadi anak yang membanggakan untuk bapak. Ke-esokan harinya setelah bapak meninggal, tepat dengan hari kenaikan kelas. Tiba – tiba aku merasakan amukan batin yang sangat dahsyat. Entah apa yang harus aku lakukan, saat aku melihat teman - teman datang ke sekolah bersama bapaknya untuk mengambil hasil lapor ujian. Kebetulan memang tradisi di sekolah kami setiap pengambilan rapor ujian harus dibawa oleh wali muridnya. Rasa iri menyelimuti hatiku, iri melihat teman – teman saling canda tawa bersama bapaknya, iri melihat kebahagiaan yang jelas terlihat di depan mataku, iri karena aku belum pernah sekalipun merasakan bapak mengambilkan rapor ujian bersamaku, karena sejak aku kecil bapak sudah sakit – sakitan. Ibu atau neneklah yang selalu menemaniku setiap pengambilan rapor ujian. Pernah terlintas dalam pikiranku “ Ya Allah kenapa di saat aku masih kecil, aku merasakan hal demikian ? masa yang tidak di alami oleh kakak - kakakku sebelumnya. Kenapa ya Allah ? “ Hingga ingin rasanya episode itu tidak ada dalam hidupku, namun itu tidak mungkin karena justru aku yang harus kuat menghadapi semua yang berlawanan dengan apa yang sedang aku rasakan saat itu. Kini aku harus berusaha memberikan yang terbaik untuk orang tuaku meski sekarang hanya ibu yang selalu memperjuangkan semuanya. Aku harus menjadi anak solehah yang berbakti kepada orang tua karena ridha Allah terletak pada ridhanya orang tua, meski aku rapuh aku harus bisa tegar mengadapi apapun yang terjadi, aku tidak boleh berburuk sangka kepada Allah karena Allah tidak akan membebani umatnya di luar batas kemampuannya dan aku percaya bahwa Allah mempunyai rencana yang lebih indah dari apa yeng telah terjadi. 

Ayah,,, Aku Cinta Ayah Karna Alloh

اللهم اغفرله وارحمه وعافه واعف عنه وأكرم نُزُله. ووسع مُدخله. واغسله بالماء والثلج والبرد ، ونقه من الخطايا كما ينقى الثوب الأبيض من الدنس ، وأبدله داراً خيراً من داره ، وأهلاً خيراً من أهله وزوجاً خيراً من زوجه وأدخله الجنة وأعذه من عذاب القبر ومن عذاب النار
Ya Allah, ampunilah dia, kasihilah dia, maafkanlah dia, muliakanlah tempatnya, luaskanlah tempat masuknya, mandikanlah dia dengan air, salju dan embun. Sucikanlah dia dari segala kesalahan sebagaimana pakaian disucikan dari najis. Gantikan untuknya rumah yang lebih baik dari rumahnya, gantikan untuknya keluarga yang lebih baik dari keluarganya, gantikan untuknya isteri (pasangan) yang lebih baik dari pasangannya. Masukkanlah ke dalam surga dan lindungilah dia dari azab kubur dan azab neraka.


Semoga tulisan ini bisa bermanfaat dan ada hikmah yang bisa dipetik ... Amiin..

Wassalamu'alaikum ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar